Loading...
CLOSE

Kasi Bimas Islam Tekankan Peran Agama dan Orang Tua dalam Pencegahan Perkawinan Anak

Tanjung (Kemenag Tabalong) — Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tabalong, H. Akhmad Surkati, S.Ag., M.Si., menjadi salah satu narasumber pada kegiatan “Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan KtP, KtA, TPPO, TPKS, ABH, dan Perkawinan Anak melalui Peningkatan Peran PATBM,” yang digelar oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A2KB) Kabupaten Tabalong, Senin (28/07/25) di Balai Rakyat H. Dandung Sucrowardi (eks Wisma Tamu), Kabupaten Tabalong.

Selviati Dafirza, selaku perwakilan DP3A2KB Tabalong menjelaskan kegiatan ini diikuti oleh berbagai elemen masyarakat yang terlibat langsung dalam perlindungan anak, yakni Forum Anak Daerah Kabupaten Tabalong, PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) tingkat kecamatan, kelurahan, dan desa se-Kabupaten Tabalong.

“Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari berbagai sektor, yakni dari unsur kepolisian, kejaksaan, puskesmas, dan Kementerian Agama. Tujuannya untuk memberikan pemahaman komprehensif dari berbagai perspektif, agar pencegahan kekerasan dan perkawinan anak bisa dilakukan secara menyeluruh,” jelasnya

Dalam paparannya yang berjudul “Pencegahan Perkawinan Anak dalam Perspektif Agama dan Regulasi serta Peran KUA dan Tokoh Agama”, H. A. Surkati menekankan bahwa perkawinan anak tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan konvensi hak anak, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.

"Islam memandang pentingnya memelihara anak sebagaimana memelihara manusia secara utuh. Artinya, menjaga kehidupan, menyiapkan generasi paripurna, manusia yang kelak akan memimpin dan membawa peradaban. Maka, kita gagal bila meninggalkan anak-anak dalam keadaan lemah, sebagaimana peringatan dalam Al-Qur'an: 'Janganlah kamu meninggalkan di belakangmu anak-anak yang lemah'," tegasnya.

Ia juga menguraikan berbagai dampak negatif dari praktik perkawinan anak, seperti risiko kesehatan reproduksi, tekanan psikologis, hingga hilangnya akses pendidikan dan kesempatan hidup yang layak. Surkati menggarisbawahi bahwa pencegahan membutuhkan sinergi antara keluarga, masyarakat, dan lembaga negara.

Kementerian Agama, melalui KUA, turut berperan aktif dalam pencegahan melalui berbagai program edukatif, seperti Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS), Bimbingan Remaja Usia Nikah (BRUN), Bimbingan Calon Pengantin, dan Bimbingan Keluarga. Di samping itu, tokoh agama juga memiliki peran strategis dalam memberikan pemahaman keagamaan yang benar dan menjadi mitra pembinaan keluarga.

“Pencegahan perkawinan anak bukan sekadar tugas satu pihak. Ini adalah tanggung jawab bersama. Bila kita ingin masa depan yang lebih baik, maka anak-anak harus kita lindungi, kita bimbing, dan kita siapkan menjadi generasi yang kuat dan berdaya,” pungkasnya. (Rep:Fahriah/Ft: Aya)